Jakarta | Bank investasi asal Amerika Serikat (AS), JPMorgan Chase & Co. menyebutkan bahwa ekonomi AS tetap pada pijakan yang kokoh dalam jangka pendek, namun memperingatkan peningkatan risiko jangka panjang akibat inflasi dan perang Rusia-Ukraina.
Menurut JPMorgan, harga konsumen yang lebih tinggi, perang Ukraina dan perubahan kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) secara bersama-sama sedikit meningkatkan risiko resesi, yang menyebabkan bank menyisihkan USD 902 juta dalam cadangan tambahan sebagai penyangga terhadap kemungkinan pinjaman macet.
Chief Executive Officer (CEO) Jamie Dimon mencatat bahwa banyak konsumen yang dibanjiri uang tunai dan sebagian besar bisnis berada dalam kondisi yang baik. Namun dia menunjuk ke kekuatan penyeimbang, termasuk kenaikan suku bunga dan inflasi, dan perang di Ukraina.
“Dan hal-hal itu akan bertabrakan pada satu titik, mungkin sekitar tahun depan,” katanya seperti dikutip dari AFP, Kamis (14/04/2022).
JPMorgan melaporkan laba kuartal pertama USD 8,3 miliar, turun 42% dari periode yang sama tahun lalu. Demikian juga pendapatan turun 5% menjadi USD 30,7 miliar. JPMorgan mencetak pendapatan bunga bersih yang lebih tinggi, mencerminkan dorongan untuk biaya pinjaman karena suku bunga pinjaman yang lebih tinggi.
Dalam hal tren pelanggan, Dimon mengutip kenaikan dalam pengeluaran kartu kredit untuk makan dan perjalanan. Namun, tingkat hipotek yang lebih tinggi telah mengurangi asal pinjaman rumah, sementara ketersediaan kendaraan yang terbatas menghambat asal pinjaman mobil.
Dimon menyoroti situasi Ukraina sebagai wildcard, memperingatkan bahwa perang tidak dapat diprediksi dan pasar minyak bisa berubah secara dramatis. Ia juga memperkirakan volatilitas yang meningkat di seluruh pasar keuangan, mengingat skala aset Fed yang tidak terkendali.[]
Leave a Reply