“Misal kapal melaut sebulan diperkirakan dapat 500 ton tapi mendaratkan cuma 100 ton ini perlu dicurigai.”
Narsum.id | Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan, tidak ada kapal cantrang yang beraktivitas menangkap ikan di Laut Aru. Cantrang dilarang untuk beroperasi di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) sebab merusak dan tidak ramah lingkungan.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini, jumlah kapal perikanan aktif yang melaut di WPPNRI 718 mencapai 1.399 unit. Mayoritas jenis alat tangkap yang digunakan seperti jaring insang hanyut, pancing cumi, pukat cincin (purse seine) dan rawai dasar.
“Saya jamin tidak ada kapal cantrang yang melaut di sana. Ini sudah tidak lagi digunakan, kalaupun ada, mereka rugi apabila melaut di WPPNRI 718 dan pasti akan ditangkap aparat yang berwenang,” ucap Zaini dalam pertemuan dengan Ikatan Mahasiswa Jargaria Aru (18/07/2022).
Sementara terkait anggapan kebijakan penangkapan ikan terukur merugikan masyarakat Maluku, Zaini mengungkapkan bahwa nelayan lokal akan diprioritaskan untuk memanfaatkan kuota penangkapan. Adapun Potensi sumber daya ikan di WPPNRI 718 mencapai 2,6 juta ton, sementara jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan sebesar 2,1 juta ton.
“Kalau potensi ini dimanfaatkan setengahnya saja, pelabuhan perikanan di sana dapat sekitar 300-400 ribu ton per tahun, dimana ikan yang dapat didaratkan 1.000 ton per hari dengan estimasi perputaran uangnya mencapai 60 miliar rupiah,” sebutnya.
Menurut perkiraan Zaini, penangkapan ikan terukur akan menyerap 70.000 tebaga kerja lokal baik itu untuk menjadi menjadi awak kapal perikanan ataupun pekerja di kawasan pelabuhan perikanan.
Di sisi lain, tiap kapal, yang memiliki izin saat ini mendapatkan tiga pelabuhan pangkalan untuk mendaratkan ikan. Tetapi nanti hanya akan diberikan satu pelabuhan pangkalan sehingga dapat mendongkrak perekonomian setempat.
“Kalau kapal tidak singgah di pelabuhan pangkalan berarti menyimpang. Misal kapal melaut sebulan diperkirakan dapat 500 ton tapi mendaratkan cuma 100 ton ini perlu dicurigai,” tegasnya.
Sedangkan soal pengawasan kapal perikanan dilakukan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Menggunakan teknologi satelit untuk memantau aktivitas kapal perikanan dengan Vessel Monitoring System (VMS) secara real time.
Zaini juga mengungkapkan hal ini pada pertemuan dengan Komisi II DPRD Provinsi Maluku pada Jumat, (15/07/2022). Menurutnya, penangkapan ikan terukur dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Maluku. Sehingga pertumbuhan ekonomi merata di seluruh Indonesia dan tidak lagi hanya terpusat di Pulau Jawa. []
Leave a Reply