Pelobi Mark MacGann Keluar sebagai Whistleblower Uber Files

Uber
Ilustrasi Uber. (Foto: Narsum.id/shutterstock.com/Tero Vasalainen)

Narsum.id | Jakarta – Pelobi Mark MacGann pada Senin mengakui sebagai pelapor yang membocorkan ribuan dokumen kompromi tentang perusahaan Amerika Serikat, Uber Technologies, ke surat kabar Inggris The Guardian.

MacGann memimpin upaya lobi Uber di Eropa, Afrika dan Timur Tengah antara 2014 dan 2016. Dia memutuskan untuk berbicara karena dia yakin Uber melanggar hukum di sejumlah negara dan menyesatkan orang tentang model bisnis perusahaan.

“Saya adalah orang yang berbicara dengan pemerintah, saya yang mendorong ini dengan media, saya adalah orang yang memberi tahu orang-orang bahwa mereka harus mengubah aturan karena pengemudi akan mendapat manfaat dan orang-orang akan mendapatkan begitu banyak peluang ekonomi,” kata MacGann seperti dikutip dari AFP.

“Ketika itu ternyata tidak terjadi, kami sebenarnya telah menjual kebohongan kepada orang-orang, bagaimana Anda bisa memiliki hati nurani yang bersih jika Anda tidak berdiri dan memiliki kontribusi Anda terhadap bagaimana orang diperlakukan hari ini?” lanjutnya.

Baca Juga :   Krisis Pangan, Pelabuhan Laut Hitam Ukraina Bakal Segera Dibuka Kembali

Uber, yang telah menjadi simbol “ekonomi pertunjukan” pekerjaan sambilan yang dimungkinkan oleh raksasa teknologi, mengalami kebocoran dokumen pada Minggu, yang mengungkapkan mekanisme ekspansi cepatnya.

Menanggapi hal itu, Uber mengatakan MacGann tidak dalam posisi untuk berbicara secara kredibel tentang perusahaan sekarang.

Uber juga mengingatkan “perlu diperhatikan” bahwa MacGann hanya membocorkan informasi setelah dia menerima 585.000 euro, menyusul gugatan atas bonus yang dia sebut sebagai utang Uber kepadanya.

Sekadar mengingatkan, pada hari Minggu, sejumlah organisasi berita, termasuk Washington Post, Le Monde dan BBC, menerbitkan artikel pertama mereka dari Uber Files.

Uber membantah semua tuduhan itu, termasuk menghalangi keadilan, dengan mengatakan hal itu telah berubah sejak kepergian mantan pemimpin mereka, Travis Kalanick, yang dituduh menciptakan budaya tempat kerja yang beracun.[]