Duterte Kemungkinan Tak Akan Diadili Atas Pembunuhan Perang Narkoba Filipina

Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (Foto: Narsum.id/Ist.)

Jakarta | Presiden Filipina Rodrigo Duterte sering memerintahkan polisi untuk menembak mati tersangka dalam perang narkoba yang telah menewaskan ribuan orang. Namun, para analis memprediksi Duterte tidak mungkin menghadapi dakwaan setelah dia mengundurkan diri pada Kamis (30/06/2022).

Kebijakan khas Duterte untuk membersihkan Filipina dari narkoba telah dikutuk secara luas dan memicu penyelidikan internasional atas kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, Duterte masih sangat populer di antara banyak orang di Filipina yang mendukung solusi cepatnya untuk kejahatan.

Putra mendiang diktator Filipina, Ferdinand Marcos Jr., yang memenangkan kursi kepresidenan Filipina, telah mendukung perang narkoba Duterte. Marcos Jr. mengisyaratkan pemerintahannya tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court’s (ICC) atas pembunuhan tersebut.

“Pemilu pada dasarnya memutuskan bahwa tidak akan ada penyelidikan serius terhadap peran Presiden Rodrigo Duterte dalam perang narkoba selama enam tahun ke depan,” kata direktur intelijen bisnis di PSA Philippines Consultancy Greg Wyatt, seperti dilansir dari AFP.

Baca Juga :   Terpukul Penguncian Tiongkok, Tesla Naikkan Harga Jual Mobil

Data pemerintah Filipina menunjukkan lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi anti-narkoba polisi, sejak Duterte berkuasa pada 2016. Kelompok hak asasi mengatakan, Duterte menciptakan iklim impunitas dan memperkirakan bahwa puluhan ribu telah dibunuh oleh polisi, pembunuh bayaran dan warga, bahkan tanpa bukti mereka terlibat dalam narkoba.

Di bawah tekanan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan ICC, pemerintah Filipina telah memeriksa sekitar 300 kasus operasi narkoba yang menyebabkan kematian. Namun, hanya tiga polisi yang dihukum akibat membunuh seorang tersangka narkoba.[]