Jakarta | Mantan kanselir Jerman Angela Merkel membela kebijakan penahanannya selama bertahun-tahun terhadap Rusia, dengan mengatakan dia tidak perlu meminta maaf, bahkan ketika perang Rusia-Ukraina menghapus warisannya.
Dalam wawancara besar pertamanya sejak mengundurkan diri enam bulan lalu, Merkel bersikeras bahwa dia tidak naif dalam berurusan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Diplomasi tidak salah hanya karena tidak berhasil,” kata Merkel dalam wawancara yang disiarkan di saluran berita Phoenix.
Dia mengingat dukungannya terhadap sanksi ekonomi terhadap Rusia atas pencaplokan Krimea tahun 2014, dan upaya Jerman-Prancis untuk menjaga proses perdamaian Minsk untuk Ukraina tetap hidup.
“Saya tidak melihat bahwa saya harus mengatakan ‘itu salah’ dan itulah mengapa saya tidak perlu meminta maaf,” kata mantan rektor konservatif itu.
Merkel pun mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah menandai titik balik.
“Tidak ada pembenaran apa pun untuk perang agresi yang brutaldan ilegal”, ujar Merkel seraya menambahkan bahwa Putin telah membuat kesalahan besar.
“Dia ingin menghancurkan Eropa. Sangat penting bagi Uni Eropa untuk tetap bersatu sekarang,” ujar Merkel seperti dilansir dari AFP.
Namun Merkel menepis kritik bahwa dia telah salah dengan menghalangi Ukraina bergabung dengan NATO pada 2008, dengan mengatakan bahwa saat itu belum siap dan dia ingin menghindari eskalasi lebih lanjut dengan Putin, yang sudah marah tentang perluasan aliansi militer ke arah timur.
Merkel juga bersikeras bahwa pakta perdamaian Minsk 2014-2015, yang kini compang-camping, pada saat itu dipandang sebagai taruhan terbaik untuk mengakhiri pertempuran di Ukraina timur antara separatis pro-Rusia dan tentara Ukraina.
Menurut Merkel, proses perdamaian membawa ketenangan yang memberi Ukraina tujuh tahun ekstra untuk berkembang sebagai negara demokrasi dan memperkuat militernya. Ia pun mengaku sangat menghormati Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Namun Merkel bersikeras bahwa tidak ada cara untuk menghindari berurusan dengan Putin karena Rusia, seperti Tiongkok, terlalu besar untuk diabaikan.[]
Leave a Reply