Penyelidikan AS Terhadap Impor Solar Ancam Proyek Energi Bersih

Ilustrasi panel surya. (Foto: Narsum.id/Pixabay/Sarangib)
Panel surya. (Foto: Narsum.id/Pixabay/Sarangib)

Jakarta | Penyelidikan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) yang dapat mempengaruhi tarif impor solar dari negara-negara Asia Tenggara dinilai telah mengancam proyek energi bersih.

Berdasarkan hasil survei American Clean Power (ACP) Association yang dikutip dari Bloomberg News, setidaknya 65% dari kapasitas surya AS yang ditetapkan untuk online pada tahun ini dan tahun depan, setara dengan 24 gigawatt, kini sangat berisiko dibatalkan atau ditunda.

Penilaian dari pengembang terbarukan yang mewakili lebih dari 150 proyek surya aktif memberikan gambaran awal gangguan yang telah didorong oleh penyelidikan.

Pembuat modul di empat negara sasaran, yaitu Thailand, Malaysia, Vietnam dan Kamboja, telah menghentikan pengiriman ke AS. Pengembang mengatakan, mereka tidak memiliki cukup modul untuk menyelesaikan proyek. Menurut survei ACP, hal itu membahayakan rencana investasi senilai USD 30 miliar.

Baca Juga :   Tiongkok Memperbarui Peringatan Kuning untuk Suhu Tinggi

Responden studi terpisah oleh Solar Energy Industries Association awal bulan ini juga mengangkat kekhawatiran yang sama.

Meski ada hambatan, Wakil Penasihat Iklim Nasional Gedung Putih Ali Zaidi mengatakan, penyebaran terbarukan jangka panjang tidak boleh didorong keluar jalur.

Jika Departemen Perdagangan akhirnya menyimpulkan bahwa tarif sekitar satu dekade terhadap impor solar Tiongkok dielakkan dengan pengiriman dari pabrik di empat negara Asia, maka barang-barang tersebut dapat terkena tarif retroaktif, risiko yang telah mendorong sejumlah produsen menangguhkan pengiriman ke AS.

Pendukung manufaktur surya AS berpendapat, impor murah merusak prospek AS untuk membuat dan menjual peralatan di dalam negeri. Mereka juga mengatakan bahwa risiko tarif retroaktif dibesar-besarkan.[]