Sri Lanka Akhirnya Menyatakan Gagal Bayar Utang Luar Negeri

Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. (Foto: Narsum.id/Twitter @GotabayaR)
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. (Foto: Narsum.id/Twitter @GotabayaR)

Jakarta | Sri Lanka pada Selasa (12/04/2022) menyatakan bahwa dengan cadangan devisa yang sangat rendah, Sri Lanka akan gagal membayar utang luar negerinya sambil menunggu paket bailout dari Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF).

Mengutip Kyodo News, ini adalah pertama kalinya negara kepulauan Asia Selatan itu mengumumkan default utang, sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Krisis pemicu default tampaknya dipicu oleh dampak pandemi, yang telah memukul sektor pariwisata Sri Lanka, dan apa yang disebut jebakan utang yang melibatkan pinjaman besar dari Tiongkok untuk proyek infrastruktur yang tidak berkelanjutan.

Menurut kementerian keuangan Sri Lanka, kebijakan negara untuk menangguhkan pembayaran utang normal akan berlaku untuk semua obligasi internasional, semua pinjaman bilateral tidak termasuk swap antara bank sentral dan bank sentral asing, dan semua pinjaman dengan bank komersial dan pemberi pinjaman institusional.

Baca Juga :   Evergrande Menggulingkan Dua Eksekutif Teratas

“Pemerintah bermaksud untuk melanjutkan diskusinya dengan IMF secepat mungkin dengan tujuan untuk merumuskan dan menyajikan kepada kreditur negara itu sebuah rencana komprehensif untuk memulihkan utang publik eksternal Sri Lanka ke posisi yang sepenuhnya berkelanjutan,” kata kementerian keuangan Sri Lanka dalam sebuah pernyataan.

Krisis ekonomi Sri Lanka dimulai ketika negara berpenduduk 22 juta orang itu menghadapi penurunan ekonomi terburuk, dengan pemadaman dan kekurangan makanan dan bahan bakar.

Pemerintah telah memberlakukan larangan impor barang-barang non-esensial untuk menghemat cadangan mata uang asingnya dan menggunakannya untuk pembayaran utang yang sekarang telah gagal bayar.

Negara ini juga telah meminta keringanan utang dari India dan Tiongkok, namun malah ditawari lebih banyak jalur kredit untuk membeli komoditas dari mereka.

Baca Juga :   Pengadilan PBB Tolak Tantangan Myanmar Atas Kasus Genosida Rohingya

Warga telah memprotes selama berminggu-minggu atas krisis dan menuntut Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mundur, sebuah perkembangan yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan keadaan darurat awal bulan ini.[]