Cathay Berencana Ubah Rute New York-Hong Kong untuk Hindari Langit Rusia

Pesawat Cathay Pacific. (Foto: Narsum.id/Pixabay/AndyLeungHK)
Pesawat Cathay Pacific. (Foto: Narsum.id/Pixabay/AndyLeungHK)

Jakarta | Cathay Pacific Airways berencana mengubah rute layanan New York-Hong Kong untuk menghindari wilayah udara Rusia, akibat konflik di Ukraina. Rute ini akan menjadi penerbangan penumpang komersial terpanjang di dunia berdasarkan jarak, dengan durasi memakan waktu sekitar 17 jam.

Maskapai berencana terbang dari Bandara Internasional John F. Kennedy melintasi Samudra Atlantik, Inggris, Eropa Selatan dan Asia Tengah, menurut memo kepada staf Cathay yang dilansir dari Bloomberg News.

Merujuk data FlightRadar24, jarak 16.618 kilometer atau 10.326 mil akan melampaui layanan Singapore Airlines di New York, yang memakan waktu sekitar 17 setengah jam untuk menempuh 15.349 kilometer.

Penerbangan terbaru Cathay New York-Hong Kong berhenti di Los Angeles, sebelum melanjutkan melintasi Pasifik dan masuk ke pusat keuangan Asia tanpa memasuki wilayah udara Rusia. Rute baru yang diperpanjang akan menghilangkan kebutuhan akan persinggahan, membuatnya lebih hemat biaya dan kompetitif.

Baca Juga :   TNSC: Ekspor Thailand Tak Akan Terdampak Aturan Baru Bank Sentral Myanmar

Cathay sedang mencari izin penerbangan untuk mengoperasikan layanan tersebut, yang dikatakan normal untuk rute baru. Sebelum pandemi, yang sangat mengurangi jadwalnya, maskapai ini mengoperasikan hingga tiga perjalanan pulang pergi antara Hong Kong dan JFK setiap hari.

Selain Cathay, sejumlah maskapai lain juga telah merencanakan rute untuk menghindari Rusia, sebagian besar antara Asia dan Eropa. Salah satunya adalah Japan Airlines yang mengalihkan rutenya dari bandara Haneda Tokyo ke Heathrow London melalui Alaska dan Kanada, daripada terbang di atas Siberia. Itu menambahkan empat setengah jam ke perjalanan 11 jam 55 menit.

Perubahan penerbangan semacam itu kemungkinan hanya bersifat sementara, mengingat biaya yang dihadapi operator dari harga minyak yang tinggi, serta ketidakpastian atas aksesibilitas wilayah udara Rusia.[]