
Jakarta | Sejumlah negara Asia Tenggara seperti Singapura dan Kamboja sedang menjajaki peluncuran mata uang digital bank sentral atau central bank digital currencies (CBDCs). Langkah itu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pembayaran dan untuk mendorong start-up dan e-commerce di kawasan itu.
Dengan populasi yang relatif muda dengan usia rata-rata 30 tahun dan persentase tuntutan internet dan telepon seluler yang tinggi, Asia Tenggara telah melihat banyak perusahaan rintisan muncul dalam pembayaran digital, e-commerce dan cryptocurrency.
“Asia Tenggara telah menjadi lahan yang sangat subur untuk inovasi pembayaran digital,” kata Kepala Pusat Inovasi Bank for International Settlements (BIS) Hong Kong Benedicte Nolens kepada panel yang diadakan di bawah Konferensi Tiongkok: Asia Tenggara.
“Ketika Anda melihat pertumbuhan e-commerce online, biasanya berjalan cukup baik dengan mekanisme pembayaran baru,” lanjutnya seperti dikutip dari South China Morning Post.
CBDC memang semakin populer di Asia. Tiongkok mulai mengembangkan mata uang digitalnya, yang disebut e-yuan, pada tahun 2014. Kemudian Hong Kong kini juga sedang mempelajari peluncuran e-HKD.
Otoritas Moneter Hong Kong mengatakan telah bekerja sama dengan People’s Bank of China (PBOC) serta bank sentral Thailand dan Uni Emirat Arab dalam proyek “mBridge” untuk membangun platform penyelesaian CBDC.
Selain itu, Singapura pada tahun lalu juga bekerja sama dengan bank sentral di Australia, Malaysia dan Afrika Selatan, bersama dengan (BIS) Innovation Hub, untuk mengeksplorasi “Project Dunbar” untuk pengembangan platform penyelesaian lintas batas CBDC yang berbeda.[]
Leave a Reply