AS Perluas Pembatasan Visa Pejabat China Terkait Penindasan Etnis dan Agama Minoritas

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Foto: Narsum.id/Wikimedia Commons/U.S. Department of State)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)

Jakarta – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Senin (21/3/2022) mengatakan, negaranya memperluas pembatasan visa terhadap pejabat China yang dituduh menindas etnis dan agama minoritas.

Sanksi tersebut diterapkan kepada pejabat China yang diyakini bertanggung jawab atas, atau terlibat dalam, kebijakan atau tindakan yang ditujukan untuk menindas praktisi agama dan spiritual.

Selanjutnya penindasan terhadap anggota kelompok etnis minoritas, pembangkang,  pembela hak asasi manusia, jurnalis, penyelenggara buruh, penyelenggara masyarakat sipil, dan pemrotes damai di China dan sekitarnya.

“Amerika Serikat menolak upaya pejabat (China) untuk melecehkan, mengintimidasi, mengawasi, dan menculik anggota kelompok etnis dan agama minoritas, termasuk mereka yang mencari keselamatan di luar negeri, dan warga AS, yang berbicara atas nama populasi yang rentan ini,”  tutur Blinken dilansir dari Reuters, Selasa, (22/03/2022).

Baca Juga :   Krisis Pangan, Pelabuhan Laut Hitam Ukraina Bakal Segera Dibuka Kembali

Langkah ini, menambah panjang daftar pembatasan visa yang awalnya diberlakukan oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump atas perlakuan China terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Termasuk penindasan terhadap aktivis pro-demokrasi di Hong Kong, dan mengadvokasi kebebasan di Tibet.

“Kami berkomitmen untuk membela hak asasi manusia di seluruh dunia, dan akan terus menggunakan semua langkah diplomatik dan ekonomi untuk mempromosikan akuntabilitas,” tegas Blinken.

Selain itu, Blinken juga menuntut China untuk tidak menolak izin keluarga aktivis Uyghur Amerika untuk meninggalkan China, yang ia sebut sebagai bentuk “represi transnasional.”

Meski demikian, Departemen Luar Negeri AS tidak mengidentifikasi pejabat mana yang akan dikenakan sanksi.

Baca Juga :   PM Italia Draghi Resmi Serahkan Pengunduran Diri ke Mattarella

Sementara juru bicara kedutaan besar China di AS, Liu Pengyu mengatakan bahwa dengan memberlakukan pembatasan pada pejabat China, AS telah melanggar norma-norma internasional dan ikut campur dalam urusan internal China.

Pengyu menegaskan bahwa China akan mengambil “tindakan tegas dan kuat” untuk mempertahankan kedaulatan nasionalnya seperti dilaporkan Forbes Selasa, (22/03/2022).

Sebelumnya, Departemen Kehakiman mengumumkan dakwaan terhadap lima orang yang dituduh bertindak atas nama pemerintah China.

Mereka melakukan intimidasi dan melecehkan para pembangkang China di Amerika Serikat. Kasus pidana ini diajukan ke pengadilan federal di Brooklyn.

Ini bukan pertama kalinya Departemen Kehakiman mengajukan tuntutan untuk perilaku serupa. Pada 2020, jaksa mendakwa delapan orang yang bekerja atas nama pemerintah China, karena memaksa seorang pria New Jersey kembali ke China untuk menghadapi dakwaan. []