Narsum.id – Produsen nikel terbesar di dunia, Grup Tsingshan Holding mengalami kerugian besar akibat lonjakan harga nikel yang mencapai lebih dari USD 100.000 per ton pekan lalu. Ditambah lagi dengan London Metal Exchange (LME) telah menghentikan perdagangan nikel.
Tsingshan disebut harus melunasi posisi short yang beredar sekitar USD 8 miliar. Jika tidak ingin memenuhi opsi itu, maka Tsingshan harus mampu membuktikan bahwa pasokan nikel mereka cukup untuk memenuhi semua pesanan.
Menanggapi hal itu, sejumlah analis menilai Tiongkok dapat menukar sebagian cadangan nikel kadar tinggi untuk besi nikel kadar rendah (NPI) yang diproduksi Tsingshan, untuk membantu memenuhi standar kualitas LME. Diperkirakan, stok nikel negara mencapai sekitar 100.000 ton.
“Pasar merasakan bahwa (Tsingshan) akan bergerak, tetapi mereka mungkin melakukannya terlalu dini. Juga tidak ada yang mengantisipasi apa yang terjadi di Ukraina,” ujar analis nikel utama Wood Mackenzie Angela Durrant yang dikutip dari Reuters.
Tsingshan didirikan oleh taipan Tiongkok, Xiang Guangda, pada tahun 1988. Awalnya, perusahaan itu memproduksi baja tahan karat. Kemudian pada tahun 2009, Xiang mulai menjajaki pasar Indonesia dan selama dekade berikutnya, ia mendominasi industri nikel global dengan nikel pig iron murah.
Tsingshan juga mempelopori dua pusat nikel utama Indonesia, termasuk kawasan industri Morowali di Sulawesi Tengah, yang mempekerjakan lebih dari 40.000 orang. Fasilitas tersebut ditargetkan bisa memproduksi 850.000 ton ekuivalen nikel pada tahun ini dan meningkat jadi 1,1 juta ton pada 2023.[]
Leave a Reply