KLHK Rilis Rencana Operasional “Forest and Other Land Use” Netsink 2030

Narsum.id – Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 168 tentang Forest and Other Land Use (FOLU) NetSink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim. Kepmen ini, ditandatangani 24 Februari 2022 lalu oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya.

”Dengan dasar hukum ini Indonesia akan terus bergerak memenuhi target pengendalian iklim,” ungkap Menteri Siti dalam Webinar PP Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), Minggu (13/03/2022).

“Kita tidak menunggu janji-janji negara maju, tapi akan terus bekerja untuk kepentingan Nasional. Agenda FoLU netsink 2030 memiliki dasar hukum Perpres 98 Tahun 2021 dan lebih rinci ditetapkan melalui Rencana Operasional FOLU Netsink 2030 berdasarkan Kepmen 168 tahun 2022,” sambungnya.

Menteri Siti menjelaskan, Kepmen 168/2022 menunjukkan keseriusan pemerintah yang mengusung konsep ‘Indonesia FoLU Net-Sink 2030’ sebagai sebuah pendekatan dan strategi.

Dimana pada tahun 2030, tingkat serapan emisi sektor FOLU ditargetkan sudah berimbang atau lebih tinggi dari pada tingkat emisinya (Netsink). Sektor FOLU ditargetkan dapat menurunkan hampir 60% dari total target penurunan emisi nasional.

Baca Juga :   Ingin Lihat Komodo? Presiden Sarankan ke Pulau Rinca, Harganya Sama

Setelah 2030, lanjut Menteri Siti, Sektor FOLU ditargetkan sudah dapat menyerap GRK bersamaan dengan kegiatan penurunan emisi GRK dari aktivitas transisi energi atau dekarbonisasi serta kegiatan eksplorasi sektor lainnya.

Tidak terkecuali sektor pertanian, untuk mencapai netral karbon/net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

”Target utama tetap fokus pada upaya mengurangi deforestasi dan degradasi hutan,” ucapnya.

Menteri Siti juga menegaskan, konsep netral karbon atau net-zero emission dijelaskan sangat berbeda dengan konsep zero deforestation yang banyak dianut Negara maju dalam kondisi Net-zero Population Growth (ZPG).

Sebab, sejarah masa lampaunya Negara maju telah melakukan deforestasi yang tinggi disaat population growth sedang tinggi-tingginya. Pada masa itu negara maju membangun tanpa memberi input kebijakan yang menukik dalam menurunkan deforestasi secara drastis.

Baca Juga :   Pemerintah Dukung Masyarakat Memperoleh Manfaat dari Pariwisata Labuan Bajo

Disinilah beda antara zero deforestation dan net zero deforestation, dimana setelah hutan negara-negara non population growth tersebut habis hutannya, lalu pindah sebagai drivers deforestasi di Indonesia, baik yang dilakukan langsung oleh perusahaan-perusahaan mereka maupun oleh rantai pasokan industri mereka.

”Konsep netral karbon atau net-zero emission sudah dimulai oleh Indonesia dengan berperan aktif melalui ‘leading by example’ untuk pengendalian perubahan iklim,” tegas Menteri LHK.

“Leading by example itu ditunjukkan dengan Langkah-langkah korektif selama 5-7 tahun ini. Berbagai upaya telah membuahkan hasil, dan ini memerlukan sistematika untuk lebih baik lagi,” sambungnya.

Menurut Menteri LHK, Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah dalam sejarah (2019 ditekan sampai lk 115 ribu ha), sekaligus menekan kebakaran hutan dan lahan pada level serendah mungkin dalam dekade ini.

Baca Juga :   Pemerintah Dukung Masyarakat Memperoleh Manfaat dari Pariwisata Labuan Bajo

Selain itu, RI juga telah dilakukan moratorium permanen hutan alam primer dan gambut seluas lebih dari 66 juta Ha; restorasi dan perbaikan tata air gambut 3,4 juta Ha beserta penataan regulasinya.

Kemudian rehabilitasi DAS; pengelolaan hutan lestari melalui pengendalian hutan tanaman 14 juta Ha, pengelolaan perhutanan sosial melalui praktik agroforestry seluas 4,7 juta Ha sampai dengan tahun 2021.

Lalu menjaga areal High Conservation Value Forest (HCVF) tinggi di wilayah konsesi kehutanan seluas 2,7 juta Ha; penegakan hukum (Law Enforcement) melalui pengawasan yang semakin ketat dan regulasi yang semakin kuat.

”Kita perlu bersama-sama dan saling berkolaborasi guna memastikan implementasi rencana operasional FOLU Net Sink 2030 berjalan dengan baik,” ujar Menteri Siti.

“Saya melihat pentingnya diskusi-diskusi kampus seperti yang dilaksanakan Kagama untuk memberikan koridor ilmu terkait pengelolaan sumberdaya alam lingkungan Indonesia,” tambahnya. []