Tak Sanggup Bayar Utang, Google Ala Rusia ‘Yandex’ Terancam Bangkrut

Yandex
Logo Yandex. (Foto: Narsum.id/Twitter Yandex)
Yandex
Logo Yandex. (Foto: Narsum.id/Twitter Yandex)

 

Narsum.id – Perusahaan mesin pencarian internet terbesar di Rusia Yandex, terancam bangkrut dan tak sanggup membayar utang karena kehancuran pasar keuangan Rusia akibat sanksi ekonomi dari sejumlah negara di dunia kepada Rusia akibat invasinya ke Ukraina.

“Grup Yandex secara keseluruhan saat ini tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menebus notes (surat utang jangka pendek) secara penuh,” tutur perusahaan tersebut dilansir dari CNN Business, Senin (07/03/2022).

Perusahaan mesin pencari mirip Google ini, memiliki pangsa pasar sekitar 60 persen lalu lintas pencarian internet di Rusia. Yandex sendiri berbasis di Belanda, tetapi sahamnya terdaftar di Nasdaq dan bursa saham Rusia. Perdagangan mereka telah ditangguhkan pekan ini lantaran nilai aset Rusia runtuh di Moskow dan di seluruh dunia setelah invasi.

Sementara Investor yang memegang US$1,25 miliar dalam catatan konversi Yandex memiliki hak untuk menuntut pembayaran penuh, ditambah bunga, jika perdagangan sahamnya ditangguh Nasdaq selama lebih dari lima hari, namun hingga kini perusahaan belum dikenakan sanksi. Di sisi lain, Yandex juga tengah berjuang untuk memindahkan uangnya dari bisnis operasi utama di Rusia untuk menyelamatkan perusahaan induk mereka di Negeri Kincir Angin.

Baca Juga :   Peritel 7-Eleven PHK Ratusan Karyawan di AS Akibat Tekanan Inflasi

“Jika kami dicegah untuk mendistribusikan dana tambahan dari anak perusahaan Rusia kami ke perusahaan induk di Belanda, maka Yandex tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk menebus sebagian besar notes. Kami saat ini sedang melakukan perencanaan kontinjensi untuk menentukan langkah apa yang akan kami ambil dalam hal ini dan sumber pembiayaan lain apa yang akan tersedia bagi kami,” ungkap Yandex.

Yandex yang memiliki nilai pasar sekitar USD 17,4 miliar pada awal Februari 2022, melaporkan pendapatannya pada tahun 2021 lalu mencapai 356 miliar rubel, atau sekitar US$3 miliar setelah jatuhnya mata uang Rusia. []