Narsum.id – Penambangan Bitcoin di Tiongkok menghasilkan emisi gas karbondioksida yang semakin buruk setelah pemerintah melarang aktivitas itu sejak tahun lalu. Pasalnya, para penambang itu menggunakan pembangkit listrik tenaga batu bara, yang sebelumnya menggunakan listrik dari PLTA.
Pemimpin tim pembuat laporan yang dipublikasikan di jurnal Joule, Alex de Vries menyebutkan bahwa popularitas Bitcoin menjadi hambatan utama dalam usaha pemerintah Tiongkok mengurangi polusi dari bahan bakar fosil. Namun, langkah pemerintah memblokir penambangan itu juga ternyata tidak menjadi solusi.
Penambangan kripto menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar, lantaran membutuhkan tenaga listrik yang sangat tinggi. Bahkan, Vries memprediksi total jejak karbon yang dihasilkan oleh penambang kripto itu hampir sama dengan jejak karbon yang dihasilkan Republik Ceko.
Mengutip The Verge, sekitar 70% penambang kripto di dunia melakukan aktifitasnya di Tiongkok. Sebelum dilarang oleh Pemerintahan Xi Jinping, mereka memanfaatkan energi hydro yang berlimpah saat musim hujan di Provinsi Sichuan dan Yunnan. Kemudian pada kemarau, mereka berpindah ke Xinjiang dan Inner Mongolia, yang bergantung pada pembangkit listrik berbahan batu bara.
Setelah dilarang, mereka pun jadi tersebar ke Kazakhstan dan Amerika Serikat (AS). Di Kazakhstan, mayoritas energi listriknya berasal dari batu bara, yang disebut menghasilkan karbondioksida lebih banyak daripada di Tiongkok. Sedangkan di AS, mayoritas pembangkit listriknya berasal dari gas dan juga sebagian batu bara.[]
Leave a Reply